Rabu, 20 Maret 2013

Apakah itu Kue?

Mungkin hanya sebagian dari manusia yang pernah memikirkan tentang kue secara hakikat keberadaannya. Berikut beberapa pemikiran tentang kue yang mungkin mampu membuka pemikiran-pemikiran baru tentang kue itu sendiri.
  1. Sebuah kue dipotong 4, kemudian dipisahkan satu sama lain. Apakah kue-kue yang terpisah itu masih disebut kue? Atau potongan-potongan kue?
  2. Seandainya kue memiliki sistem saraf, apakah kue akan bergerak-gerak ketika dipotong?
  3. Meski terbuat dari bahan yang sama persis, ketika suatu adonan dimasak dengan beberapa cara yang berbeda maka akan menghasilkan beberapa kue yang berbeda pula.
  4. Kue identik dengan rasa manis, maka akan terasa aneh jika ada daging ayam di dalam sebuah kue, apalagi jika kue itu tetap terasa manis.
  5. Ketika rainbow cake direndam di dalam air, maka warna airnya akan berubah menjadi berwarna-warni dan berakhir menjadi warna hitam kecoklatan.
  6. Tidak ada kue yang berwarna benar-benar putih dan tidak ada kue yang berwarna benar-benar hitam.

Sesungguhnya hal-hal yang terjadi pada kue di atas merupakan kalimat-kalimat ambigu. Semoga Anda cukup bijak untuk memaknainya.

Membahasakan Angka: 1 / ¼ = ¼



Secara matematis, 1 / ¼ memiliki nilai yang berbeda dengan  ¼. Berdasarkan perhitungan, 1 / ¼ = 4, sedangkan  ¼ = 0,25. Namun jika diperhatikan lebih mendalam, kedua bilangan tersebut berjumlah sama. 

Untuk lebih mudahnya, perhatikan simulasi berikut:

Kasus 1: Terdapat sebuah kue besar, ketika kue tersebut dipotong sedemikian hingga setiap bagiannya berukuran seperempat dari ukuran semula, maka akan didapatkan 4 buah kue yang lebih kecil.

Kasus 2: Terdapat sebuah kue besar,kemudian kue tersebut dipotong menjadi 4 bagian. Akhirnya akan didapatkan 4 buah kue yang lebih kecil.

Berdasarkan kedua kasus diatas, keduanya memiliki perhitungan matematis yang berbeda namun menghasilkan jumlah objek yang sama. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa 1 / ¼ = ¼.

Selasa, 19 Maret 2013

Membahasakan Angka: Teori Fungsi Relatif Kata “Berapa” dan “Beberapa”


Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, “berapa” memiliki makna sebagai kata tanya untuk menanyakan bilangan yg mewakili jumlah, ukuran, nilai, harga, satuan, waktu. Sedangkan kata “beberapa” memiliki makna sebagai jumlah yg tidak tentu banyaknya (bilangan lebih dari dua, tetapi tidak banyak. Kedua kata tersebut memiliki kesamaan yakni berhubungan dengan jumlah, tetapi berbeda tentang bentuk dan fungsinya. Kata “berapa” berfungsi sebagai kata tanya jumlah dan kata “beberapa” berfungsi sebagai kata keterangan jumlah yang abstrak.


Namun ketika dicermati lebih mendalam, kedua kata tersebut akan memiliki fungsi yang sama pada suatu konteks kalimat tertentu. Kata “berapa” yang merupakan kata tanya jumlah dapat difungsikan sebagai kata keterangan jumlah selayaknya kata “beberapa” pada konteks kalimat yang sama. Sebagai contoh untuk memudahkan teori ini, perhatikanlah dialog di bawah ini:


A : Apakah uang seratus ribu ini milikmu?


B : Ya, itu untuk menopang hidupku selama beberapa hari.


Dalam dialaog diatas, kata “beberapa” berfungsi untuk menunjukan keterangan jumlah hari yang lebih dari dua tetapi tidak banyak. Apabila dalam dialaog diatas, kata “beberapa” diasumsikan sebagai “4 hari”, maka kata “beberapa” dalam dialog diatas bisa diganti dengan kata “berapa”. Penjelasan lebih lanjut perhatikan contoh di bawah ini:


A : Apakah uang seratus ribu ini milikmu?


B : Ya, itu untuk menopang hidupku selama hasil dari akar kuadrat dari 25 yang dikurangi 1 hari.


Secara matematis, hasil dari akar kuadrat dari 25 yang dikurangi 1 ditulis dengan 25 – 1 yang hasilnya sama dengan 4, dimana sebelumnya 4 diasumsikan sebagai kata “beberapa”.



Adapun perubahan fungsi kata “berapa” menjadi kata keterangan jumlah terletak pada respon normal seseorang ketika dihadapkan pada pernyataan asumsi matematis yakni “hasil dari akar kuadrat dari 25 yang dikurangi 1”. Perhatikan simulasi dibawah ini:


A : Apakah uang seratus ribu ini milikmu?


B : Ya, itu untuk menopang hidupku selama hasil dari akar kuadrat dari 25 yang dikurangi 1 hari.


A : Berapa? (mengacu pada pernyataan “hasil dari akar kuadrat dari 25 yang dikurangi 1”).


Pertanyaan “Berapa?” yang menjadi respon normal tersebut selalu identik dengan pernyataan asumsi matematis yang diucapkan sebelumnya. Sehingga, asumsi matematis dapat diganti dengan kalimat “berapa”. Hasil akhir dari perubahan fungsi kata ini adalah sebagai berikut:


A : Apakah uang seratus ribu ini milikmu?


B : Ya, itu untuk menopang hidupku selama berapa hari.


Contoh lain dari penggunaan fungsi relatif kata adalah sebagai berikut:


A : Sudah berapa hari aku tidak bertemu denganmu. (kata berapa hari bisa mengacu pada asumsi matematis 21/7 hari)

Minggu, 17 Maret 2013

Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan


Bangsa Indonesia memiliki sejarah perjuangan yang panjang mulai dari era sebelum dan selama penjajahan, era mempertahankan kemerdekaan hingga era mengisi kemerdekaan. Setiap era memilikki kondisi dan tuntutan yang berbeda namun dapat dipenuhi dengan adanya kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. 

Semangat perjuangan bangsa merupakan kekuatan mental yang mampu melahirkan sikap dan tindakan heroik dan ptriotik serta menumbuhkan kekuatan, kesanggupan dan kemauan yang luar biasa. Selain itu, semangat perjuangan bangsa digunakan sebagai acuan dalam memecahkan permasalahan dalam bermasyarakat, berbangasa dan bernegara. Semangat perjuangan bangsa ini harus dimiliki oleh setiap warga negara Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Seiring perjalanan waktu dan modernisasi segala aspek kehidupan, semangat perjuanagn bangsa sedikit demi sedikit terus terkikis. Globalisasi yang identik dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai dengan kemajuan di bidang transportasi, komunikasi, serta akses informasi yang cepat dan tanpa batas membuat dunia menjadi satu. Segala bentuk pengaruh lembaga internasional beserta sistem politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan dunia dapat diserap dengan mudah oleh masyarakat Indonesia. Kondisi tersebu takan berpengaruh pada pola pikir, sikap, dan tindakan masyarakat Indonesia yang kemudian hal tersebut akan berpengaruh pula pada struktur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada akhirnya kondisi tersebut akan mengubah semangat perjuangan bangsa.

Semangat perjuangan bangsa pada era penjajahan telah menghasilkan perjuangan fisik yang luar biasa dalam menghadapi negara penjajah yang datang ke Indonesia. Di era globalisasi, semangat perjuanagan bangsa idealnya menghasilkan perjuangan non-fisik atau bersifat mental dimana setiap orang memililki kesadaran untuk membatasi diri dari pengaruh buruk globalisasi dan tetap melestarikan kesadaran bernegara serta bersikap cinta tanah air.

Jika perjuangan fisik dilakukan dengan melawan penjajah, maka perjuangan non-fisik dilakukan sesuai dengan porsi dan profesi masing-masing dari setiap rakyat Indonesia. Perjuangan non-fisik yang dilakukan sesuai dengan bidang profesi masing-masing memerlukan sarana kegiatan pendidikan. Pendidikan yang dimaksud disini adalah Pendidikan Kewaarganegaraan dimana pendidikan ini merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Source:
Lemhannas, Pendidikan Kewarganegaraan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,  2001.
http://azisgr.blogspot.com/2010/05/pendidikan-kewarganegaraan-pkn.html